Sumbarheadline-Dunia pendidikan di Sumatera Barat, terkhusus di kawasan Luak Limopuluah (Payakumbuh dan Limapuluh Kota) kembali terguncang dalam beberapa minggu terakhir belakangan ini.
Belum hilang rasa kaget masyarakat tentang peristiwa memalukan sekaligus memiriskan terkait tertangkap basahnya seorang pelajar putri setingkat SLTP melakukan perbuatan tidak senonoh bersama pasangan asmaranya di ruang terbuka kawasan Taman Batang Agam, beberapa hari yang lalu, Kamis 24 Agustus 2023 kembali publik dikagetkan dengan pemberitaan tertangkapnya 1 remaja pria yang masih berusia belasan tahun dan berstatus pelajar bersama 3 orang temannya dalam kasus narkoba.
Pelajar pria asal Kabupaten Limapuluh Kota tersebut ditangkap oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Payakumbuh saat hendak akan bertransaksi dengan calon pembeli di kawasan Labuah Basilang, Payakumbuh Barat. Dari informasi pihak Kepolisian diperoleh informasi jika pelajar usia belasan tahun itu ditangkap sebagai kurir narkoba, luar biasa!
Beberapa minggu sebelumnya juga diberitakan Satuan Reserse Narkoba Polres Payakumbuh, juga menangkap dua orang remaja pria yang berperan sebagai kurir dan pengedar narkoba di depan sebuah kafe , kawasan Simpang Benteng, Kota Payakumbuh.
Entah siapa yang salah, namun fenomena remaja yang masih berstatus pelajar di kawasan Luak Limopuluah ini makin hari makin akrab dengan yang namanya pergaluan bebas, serta narkoba.
Rasanya tidak berlebihan penulis mengungkap fakta memalukan sekaligus memiriskan ini ke tengah publik. Fenomena akrabnya para pelajar di kawasan Luak Limapuluh ini dengan perbuatan terlarang yang menjurus kepada degredasi moral itu, bukanlah hal baru yang terjadi. Sejak beberapa tahun silam fenomena tersebut berkali kali terjadi di kawasan Luak Limapuluh ini. Mulai dari pergaulan bebas yang berujung kepada tindakan melakukan hubungan seks, terjerat dan terbius dengan barang haram berupa narkoba, sampai ke hubungan sesama jenis yang mulai marak dan intensitasnya meningkat.
Akan tetapi, fenomena fakta diatas, oleh sebagian besar lapisan masyarakat di kawasan Luak Limapuluh ini, hanyalah menjadi sebuah konsumsi berita koran semata tanpa ada tindakan yang mengarah kepada perbuatan perbuatan antisipasi pencegahan dan perlindungan bagi anak usia remaja.
Informasi pemberitaan tentang betapa mulai rusaknya mental serta moral generasi muda harapan bangsa di Luak Limapuluh ini, hanyalah dianggap sebagai bacaan dikala senggang. Jangan heran bila mana nantinya dengan adanya “pembiaran” oleh masyarakat, maka tingkat kenakalan remaja di Payakumbuh dan Limapuluh Kota akan terus meningkat.
Jangan kaget jika suatu hari nanti, Kota Payakumbuh dan di pusat pusat keramaian Limapuluh Kota, akan muncul gank gank motor yang bila malam menjelang mereka dengan berombongan tanpa memiliki rasa segan apalagi takut menenteng celurit ataupun kleweng untuk menantang komunitas lain untuk tawuran.
Dan jangan kaget suatu hari nanti di kawasan Luak Limopuluah ini, akan banyak para pelajar putri berhenti sekolah akibat hamil di luar nikah akibat terjerat dalam komunitas pergaulan bebas.
Tentu penulis serta publik lainnya banyak yang tidak menginginkan prasangka buruk itu terjadi di dua daerah yang masih terbilang kota kecil ini. Akan tetapi jika sebagian besar lapisan masyarakat hanya diam dan seakan tidak peduli dengan fenomena mulai terjadinya degredasi moral yang mulai melanda para generasi remaja harapan bangsa di Luak Limopuluah ini, maka apa yang dikuatirkan tersebut tidak mustahil akan terjadi.
Generasi muda tentunya memiliki peranan sangat penting bagi suatu bangsa. Karana dipundaknya lah nasib bangsa kedepannya digantungkan. Namun jika kondisi saat ini di Luak Limopuluh banyak remaja atau generasi muda mulai banyak mengalami degradasi moral tentu jauh dari harapan para pendiri bangsa ini.
Degradasi berarti kemunduran, kemerosotan atau penurunan dari suatu hal. Sedangkan moral adalah akhlak atau budi pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jika kita interpretasikan keduanya maka degradasi moral merupakan suatu fenomena adanya kemerosotan atas budi pekerti seseorang terhadap lingkungannya.
Secara umum tentunya ada aspek yang melatar belakangi maraknya degradasi moral pada generasi muda saat ini. Ada dua poin penting yang dirasa cukup berperan dalam hal tersebut, pertama yakni keluarga. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan moral/akhlaq, karena sebagai madrasah pertama bagi remaja. Akan tetapi sering para orang tua yang kurang paham dan mengabaikan peran tersebut.
Kebanyakan para orang tua menganggap bahwa pendidikan utama pada anaknya cukup diserahkan kepada lembaga sekolah saja. Selain itu bagi para orang tua, kebanyakan jika tingkat keberhasilan anaknya hanya terletak pada nilai nilai yang tertera di buku lapor anaknya, tanpa pernah meneliti sudah sejauh mana anaknya memahami norma serta adab di dalam berkehidupan bersosial selama mereka menyerahkan anak anak mereka ke lembaga pendidikan. Tindakan ini secara tidak langsung orang tua telah mengajarkan kepada anak anaknya jika hasil lebih penting dari pada proses.
Adapun poin yang kedua adalah lembaga pendidikan itu sendiri. Sejatinya lingkungan sekolah dianggap berperan penting dalam pembentukan moral siswa. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan sekunder, yang secara sistematis melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu anak didik mampu mengembangkan potensinya, baik berkenaan dengan aspek moral, spiritual, intlektual, emosional, maupun sosial.
Namun kondisi dunia pendidikan saat ini terkhusus hubungan antara pendidik dengan wali murid sering terjadi mis komunikasi. Banyak kejadian sering terjadi konflik antara tenaga pendidik dengan wali murid. Di beberapa kasus ada orang tua yang tidak terima jika anaknya mendapatkan sanksi hukuman berupa fisik dari sekolah akibat melanggar aturan sehingga berujung pada pelaporan polisi ataupun bertindak main hakim. Tentu saja fenomena itu membuat para pendidik menjadi takut untuk memberi sanksi kepada siswa jika bersalah. Akibatnya banyak siswa yang tidak lagi menghormati gurunya, bahkan merasa tidak segan sama sekali.
Tentu dengan fenomena itu berefek kepada nilai serta arti dari pendidikan itu sendiri terhadap siswa. Para pendidik demi menghindarkan konflik, lebih suka memilih hanya sekedar gugur kewajiban dalam mengajar. Para siswa lebih ditonjolkan dalam hal intelektual saja dan mengesampingkan nilai nilai kateristik.
Maka tak heran bila belakangan ini banyak lahir generasi bangsa yang hanya cakap dalam hal pelajaran umum saja, namun gagap dalam kecakapan moral serta spritual, dan fenomena tersebut juga melanda kawasan Luak Limopuluah. Semboyan Tut Wuri Handayani yang pencetusnya Ki Hajar Dewantara, seolah olah kehilangan daya magisnya dalam pradigma pendidikan bagi generasi muda harapan bangsa.
Untuk itu penulis berharap ke depan, seriuslah membenahi dan membetulkan mental serta kateristik para generasi muda yang tidak dalam kondisi baik baik saja. Fenomena banyaknya terjadi krisis moral yang melanda para generasi muda di Luak Limopuluah ini harusnya menjadi sebuah tamparan bagi para semua. Tidak hanya para orang tua dan para pendidik, akan tetapi para pemangku kebijakan kawasan ini hendaklah tergugah hati mereka, segera mengambil tanggung jawab untuk menyelamatkan generasi muda penerus harapan bangsa ini.**
**Penulis merupakan Pimred media portal online