Sumbarheadline-Sabtu 10 Juni 2023 terinformasikan ke publik Sumatera Barat ( Sumbar), bahwa mulai hari ini hingga dua hari berturut turut ke depannya sedang terjadi operasi pasar mengantisipasi kelangkaan gas elpiji bersubsidi tabung 3 kg di tiga daerah, yakni Kota Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota serta Kabupaten Tanah Datar.
Infonya operasi pasar yang dilakukan pihak Pertamina Rayon IV Sumbar bekerja sama dengan masing masing Pemda setempat yang melibatkan beberapa agen dan pangkalan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah terkait kelangkaan gas melon bersubsidi yang terjadi dalam beberapa minggu belakangan ini di Sumbar.
Tentu adanya upaya dari pihak Pertamina dan Pemda melakukan inisiatif gerakan memerangi ulah para oknum nakal yang diduga penyebab gas tabung melon hilang serta langka di pasaran, patut diberikan acungan jempol.
Penulis merasa gerakan itu sangat patut diberikan apresiasi. Sebab aktifitas operasi pasar yang dilakukan di tengah tengah masyarakat kelas menengah kecil yang dalam kondisi menjerit akan langkanya keberadaan si gas melon yang merupakan kebutuhan paling mendasar tersebut. Kalaupun ada, masyarakat harus merogoh kocek yang berlebih untuk mendapatkan sitabung melon idola para emak emak golongan menengah ke bawah tersebut. Begitulah kondisi yang dihadapi oleh masyarakat kecil dalam beberapa minggu belakangan ini sehingga gerakan operasi pasar itu patut dihargai.
Walaupun demikian penulis juga perlu mengimbau pihak Pertamina serta pihak Pemda, usaha yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kecil yang berhak memperoleh barang bersubsidi dari negara jangan hanya mentok sampai kegiatan operasi pasar saja. Namun tentu juga Lembaga yang berkapasitas yang penulis sebutkan diatas juga menyasar terkait penyebab hilangnya keberadaan gas tabung melon bersubsidi 3 kg tersebut.
Dari hasil bincang bincang penulis dengan beberapa pihak yang bersinggungan terkait kebutuhan sitabung melon, didapat info yang cukup akurat jika hilangnya tabung gas 3 kg karena ada beberapa hal penyebab. Pemicu pertamanya adalah soal disparitas harga yang sangat njomplang antara gas elpiji 3 kg , gas elipiji 5 kg serta gas elpiji 12 kg. Akibat dari disparitas harga itu, banyak pengguna gas elpiji 12 kg dan gas elpiji 5 kg berpindah menjadi pengguna gas elpiji 3 kg. Bukan hanya soal ketimpangan harga yang cukup jauh mencolok, namun penggunaaan tabung elpiji 3 kg dinilai kalangan lebih praktis dari pada tabung elpiji 5 kg maupun tabung elpiji 12 kg.
Adapun penyebab kedua, adanya dugaan inkonsistensi pola distribusi oleh pemerintah. Semula distribusi gas elpiji 3 kg tersebut bersifat tertutup. Artinya konsumen yang berhak mendapatkan subsidi saja boleh mendapatkannya. Namun seiring perjalanan waktu terjadi penyimpangan distribusi dari pola tertutup menjadi pola terbuka sehingga terjadinya migrasi (perpindahan) besar besaran di masyarakat.
Tidak peduli mau rakyat kecil, bahkan para kalangan menegah atas sebagian besar mereka bermigrasi dari tabung elpiji 12 kg maupun tabung elpiji 5 kg ke tabung elpiji 3 kg.
Ironisnya situasi itu diperparah oleh para oknum nakal pemain gas elpiji tabung 3 kg. Adanya terjadi dugaan penyimpangan distribusi yang dilakukan para oknum agen maupun pangkalan. Demi mendapatkan keuntungan yang cukup berlebih dari nilai jual pasaran, mereka lebih suka memasok barang mereka ke penampung penampung besar yang siap membeli dengan harga lebih.
Tentu fenomena ini bukan hanya cerita dongeng semata. Namun dugaan serta indikasi ini diperkuat dengan fakta mengejutkan berangkat dari temuan oleh TIM GABUNGAN yang dikomandoi oleh aparat Satpol PP Kota Payakumbuh beberapa waktu lalu saat melakukan sidak ke sebuah lokasi agen di kota setempat.
Dalam temuan tersebut tim gabungan mendapatkan adanya indikasi kecurangan oknum agen diduga kedapatan memiliki sejumlah pangkalan fiktif. Seperti terberitakan di sejumlah media beberapa waktu yang lalu, disebutkan adanya kedapatan oknum agen memiliki sejumlah pangkalan tabung elpiji bersubsidi 3 kg fiktif. Tentunya temuan dari aparat gabungan itu menjadi tanya tanya besar bagi publik, ada apa sebenarnya yang terjadi hingga si oknum agen berani beraninya membuat beberapa pangkalan fiktif.
Namun sayang cerita serta informasi temuan aparat gabungan terkait adanya dugaan sejumlah pangkalan fiktif itu, hilang saja raib bak ditelan bumi. Tentu ke depan ini menjadi preseden buruk bagi masyarakat, ada apa yang terjadi setelah semula aparat gembar gembor menemukan sejumlah pangkalan fiktif milik si oknum nakal, namun selanjutnya mereka hening saja.
Penulis tidak akan berpolemik dan berspekulasi soal diamnya aparat tersebut terkait dengan temuan mereka. Namun penulis berharap agar Pertamina serta Pemda mulailah serius menjalani tugas mereka terkait gas bersubsidi. Adalah tugas Pemda sebagai perpanjangan tangan Negara dalam menjaga dan melindungi hak hak masyarakat kecil. Dan juga adalah Tugas Pertamina pula sebagai BUMN Negara melakukan pendistribusian subsisdi masyarakat tepat sasaran sesuai perintah dan amanat perundang undangan. (*)
*Penulis : Anton Aruan
Pimpinan Redaksi