4 Wartawan Menjadi Korban Intimidasi Serta Kekerasan Polisi Saat Liputan Pemulangan Warga Air Bangis

oknum polisi lakukan intimidasi terhadap wartawan di Mesjid Raya Sumbar

Sumbarheadline-Kembali terjadi lagi dugaan tindakan intimidasi serta kekerasan yang dialami para pewarta dalam menjalankan profesi mereka melakukan liputan pemberitaan.

Berdasarkan data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, 4 orang dari sejumlah wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya melakukan liputan pemulangan ribuan massa asal Air Bangis, Sei Baremas, Pasaman Barat, Sabtu (5/8/23) di areal Mesjid Raya Sumbar, mengalami sejumlah dugaan intimidasi, kekerasan, dan penghalangan oleh aparat Kepolisian.

Bacaan Lainnya

Menurut Ketua AJI Padang Aidil Ichlas, ada 4 orang wartawan yang menjadi korban dari insiden serta kericuhan pemulangan paksa ribuan demonstran warga asal Air Bangis. Mereka mengalami dugaan tindakan kekerasan, intimidasi serta penghalangan oleh aparat Kepolisian saat melakukan liputan pemulangan massa pendemo yang bertahan di areal Mesjid Raya Sumbar, setelah sempat melakukan demo berjilid, jelasnya.

Adapun ke 4 wartawan tersebut pertama adalah Nandito Putra dari Tribunnews. Dirinya mendapatkan tindakan kekerasan dengan dipiting oleh oknum polisi saat melakukan rekaman peristiwa untuk liputan medianya. Oleh aparat yang berada di lokasi, Nandito sebelumnya sempat dilarang untuk mengambil rekaman serta gambar peristiwa pemulangan ribuan demonstran. Saat memdapatkan pelarangan oleh aparat, ponsel miliknya juga sempat ingin direbut dari tangannya.

Menurut pengakuan jurnalis Tribunnews tersebut pada peristiwa hari kejadian sekira pukul 15.30 WIB, ia melakukan rekaman siaran langsung. Awalnya dua menit melakukan siaran langsung berjalan lancar tanpa adanya gangguan. Selanjutnya saat ia mengarahkan kamera ke aparat kepolisian yang sedang menarik narik seorang wanita, tiba tiba dari jarak tiga meter muncul beberapa aparat berpakaian preman serta langsung menarik dirinya. Menurut Nandito, dirinya sempat di intimidasi aparat dengan menanyakan apa keperluan dirinya merekam peristiwa pemulangan warga. Ia sempat menjelaskan jika seorang jurnalis. Akan tetapi aparat berpakaian preman tersebut tetap menahan dirinya.

Setelah ada dua orang jurnalis lainnya melakukan protes terhadap penahanan dirinya, ia baru dilepas. Namun dalam upaya pelepasan itu, jurnalis Tempo bernama Fachri Hamzah juga mengalami intimidasi saat kerah bajunya diangkat aparat dengan diiringi ancaman. Dalam insiden tersebut Ketua AJI Padang juga mengalami tindakan intimidasi serta ancaman dari aparat yang sama saat berupaya melepaskan dirinya. Namun beberapa menit kemudian datang sejumlah perwira polisi dari Polresta Padang meminta maaf atas insiden tersebut, papar Nandito.

Selain Nandito, korban kekerasan serta intimidasi kepada jurnalis juga dialami oleh Dasril, jurnalis Padang TV. Menurutnya saat kejadian, ia sedang mengambil gambar peristiwa penangkapan terhadap seorang pendamping massa demo yang berasal dari LBH Padang. Akan tetapi tiba tiba salah seorang aparat kepolisian menghalang halangi kameranya untuk mengambil rekaman gambar. Dirinya sempat dilarang polisi untuk mengambil perekaman, namun ia tetap melanjutkan peliputan.

Korban lainnya juga dialami oleh Zulia Yandani, jurnalis perempuan dari Classy FM. Menurutnya saat kejadian ia baru saja usai menunaikan ibadah Sholat. Karena mendengar ribut ribut di lantai I Mesjid, spontan ia mendatangi lokasi dan mengambil perekaman peristiwa pemulangan massa yang mulai memanas. Akan tetapi tugas jurnalisnya itu mendapat tentangan dari aparat kepolisian. Sejumlah polisi mendatangi dirinya dan mengambil paksa ponsel miliknya. Saat Zulia menerangkan jika ia merupakan wartawan, aparat tidak peduli tetap menarik tangannya dan berupaya mengangkat kedua kakinya secara paksa untuk dibawa ke mobil, terangnya mengatakan.

Atas terjadinya peristiwa intimidasi, kekerasan serta penghalang halangan tugas jurnalis kepada sejumlah wartawan tersebut, 3 organisasi  yang terdiri dari AJI Padang, PFI Padang dan IJTI Sumbar berpandangan bahwa tindakan yang dilakukan pihak kepolisian telah melanggar kebebasan pers. Padahal di dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 tentang kebebasab pers telah diatur soal tata cara kerja jurnalistik.

Dapat diketahui tindakan intimidasi, kekerasan, serta penghalang halangan tugas jurnalistik tersebut telah melanggar Pasal 18 Ayat 2 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan:

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00.”

Oleh karena itu AJI Padang, PFI Padang dan IJTI Sumbar menyatakan sikap sebagai berikut:

– Mengecam tindakan intimidasi dan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap jurnalis yang sedang bertugas di Masjid Raya Sumbar

– Mendesak Kapolda Sumbar meminta maaf atas peristiwa intimidasi dan kekerasan yang dialami oleh sejumlah jurnalis di Masjid Raya Sumbar

– Meminta Kapolda Sumbar untuk memproses anggotanya yang melakukan intimidasi dan kekerasan kepada jurnalis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

– Meminta Kapolda Sumbar memastikan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menangani aksi, tetap mengedepankan profesionalisme, persuasif dan menghormati kebebasan pers.

“Kami mengapresiasi tindakan sejumlah perwira polisi dari Polresta Padang yang mencegah berlanjutnya kekerasan kepada tiga jurnalis dan langsung meminta maaf pada kesempatan itu,” terang Ketua AJI Padang Aidil Ichlas didampinggi Arif Pribadi Ketua PFI Padang dan Defri Mulyadi Ketua IJTI Sumbar. (tim sumbarheadline)

 

 

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *